Senin, 16 Mei 2011

Aku berpikir, maka aku di HmI


Hari demi hari telah kulalui. Suasana-suasana baru semakin hari semakin banyak kutemui. Terasa dalam diri ada sedikt perubahan. Entah perubahan seperti apa, aku sendiri tidak bisa merasionalkan lewat untaian kata. Mungin karena itu penharuh dunia baru yang saat ini aku geluti. Yah,, dunia kampus. Itulah dunia baru yag saya geluti hari ini. Dunia pergumulan intelektual dalam pencarian jati diri. Dunia yang memberikan banyak pencerahan untuk lembar hidup baru, dunia yang melahirkan sejuta intelektual sejati. Dan dunia ini pulalah yang terkadang melahirkan intelektual penjilat lidah. Mungkin satu diantara sekian banyak alasan diatas kenapa hari ini aku memutuskan untuk masuk dalan lingkaran dunia  baru ini. Tapi tidak untuk menjadi intelek penjilat lidah.
Tak terasa waktu begitu cepat berlalu. Masih terngiang dalam benak saya sebuah pesan yang disampaikan ibu saya tercinta, ketika saya hendak meninggalkan kampung halaman menuju perantauan kota daeng. Kota tempat untuk memperbaiki nasib demi hari esok yang lebih baik. Itulah kota Makassar, kota Angin Mammiri.
Pesan yang disampaikan oleh ibunda saya kurang lebih seperti ini redaksinya. “Anakku, jika engkau ada dinegeri orang senantiasalah berusaha untuk menjadi orang yang bermanfaat, dan senantiasalah belajar dengan baik agar kelak engkau menjadi orang yang berilmu”.
Begitulah pesan yang diucapkan oleh ibuku kepada saya ketika hendak melepas kepergianku. Maafkan ananda ibu jika pesan itu tidak terlaksana. Mungkin itu pengaruh hiruk-pikuk kehidupan dikota Makassar ini, kota metropolitan.
Aku mengangguk tanda aku mengerti pesannya sembari memeluknya. Dalam dekapannya, ibuku kembali berbisik, “Anakku, tidak apa-apa jika menjadi topik pembicaraan orang lain dalam hal kemiskinan, tetapi akan lebih baik jika engkau dibicarakan oleh orang karena ilmumu dan kesuksesanmu kelak”.
Sebuah pesan yang sangat sederhana, namum memberikan sedikit beban kepada saya dan tekanan psikologis dalam melewati masa-masa  dibangku kuliah. Selalu teringat pesan ibuku bahwa aku harus menuntut ilmu dengan baik dikampus.
Keresahan itu menghinggapi hari-hari saya dikampus, karena aku merasa kuliah itu tidak jauh beda dengan belajar disekolah. Materi perkulaihanpun sering kudapatkan disekolahku dulu.
Didalam kelas, setiap ada diskusi aku mengambil tempat yang paling sudut. Itu karena aku mengamati teman-temanku yang lihai dalam menyampikan ide dan gagasan-gagasan. Kepandaiannya berbicara dalam forum diskusi membuatku bertanya dalah hati, “Kenapa mereka bisa sepintar itu bicara? Apakah karena mereka ikut organisasi?”.
Seorang teman kelasku yang pandai berbicara dalam forum disela-sela waktunya aku bertanya kepadanya. “ Sobat, apa yang membuat anda sehingga bisa sehebat itu berbicara dalam forum?”. Dengan nada datar dia menjawab, “itu karena HmI”. Dan aku bertanya lagi “Apa itu HmI?”. Dengan semangat dia  menjawab “HmI itu adalah Singkatan dari Himpunan mahasiswa Islam,sebuah organisasi yang terbesar dan tertua dinegeri ini. Organisasi ini sebagai wadah untuk berproses. HmI telah menempa saya  untuk lebih giat belajar, beramal dan berilmu demi menjadi insane cita yang berkarakter” paparnya.
Dari jawabannya itu membuat hati saya tergetar untuk bergabung di Organisasi warisan Lafran Pane tersebut. Akhirnya setelah saya pikir bahwa HmI akan memberikan ruang bagi para kader –kadernya untuk mengeksplorasi potensinya, maka saya putuskan untul ikut LK I (Basic training) HmI, tepatnya di Benteng somba Opu.
Bersama rekan-rekan yang lain, ketika hymne HmI dikumandangkan, hati saya kembali bergetar. Sambil tertunduk, aku menghayati bait demi bait hymne HmI tersebut. Aku berbisik dalam hati, “Betapa mulia cita-cita perjuanganmu, semoga aku termasuk kader yang insan cita untuk mewujudkan misi sucimu ini, Wahai ayahanda Lafran Pane”.
Aku meniknati pengkaderan itu dan menyimak dengan baik materi yang disampaikan oleh senior-senior kami. Dan sungguh materi itu belum pernah kami dapatkan sebelumnya. Tepat pada materi dialog kebenaran, aku sempat berpikir “Akh, ini senior sudah gila mungkin”. Karena ia memaki-maki tuhanku dan ingin membakar Al-Quran. Dan beberapa peserta juga sempat naik pitam.
Dan ternyata, pada materi itu kita (peserta basic) dipancing untuk lebih falsafat dan mengeksplorasi kemampuan berpikir kita untuk mengadakan pembelaan terhadap cacian yang dialamatkan kepada tuhanku oleh senior kami.
“Terima kasih HmI, engkau telah membuka cakrawala berpikir saya”, tuturku dalam hati.
Selama ditempat pengkaderan, aku punya banyak teman baru dan ilmu yang tidak pernah aku dapatkan sebelumnya. Setelah dikukuhkan sebagai kader HmI, terbersit dalam ingatan akan sebuah pesan yang pernah disampaikna oleh ibuku.
“Ibu, mungkin dengan HmI, aku bisa mewujudkan secuil harapan yang engkau sematkan dalam dadaku, menjadi orang berilmu” desahku lirih.
Menjadi kader HmI adalah  sebuah kebanggaan tersendiri bagi saya. Karena di HmI aku diajari banyak hal yang tidak pernah aku dapatkan dibangku perkuliahan. Di organisasi warisan Lafran Pane ini, aku diperkenalkan dengan budaya membaca. Hingga akhirnya aku mampu menyatakan diri, minimalnya aku punya keberanian untuk mengungkapkan ide dan gagasan dalam forum diskusi dikelas, walaupun aku tahu kepintaran itu relatif.
            Krisis identitas yang pernah melanda diri saya sebelum bergabung di HmI sekarang sudah bisa saya retas. Sekalipun tidak banyak yang bisa saya lakukan untuk HmI, tetapi saya tetap bangga menjadi bagian dari organisasi warisan Lafran Pane tersebut.
“Terima kasih HmI, engkau telah memberikanku jalan untuk mewujudkan harapan ibuku. Ditanah gersang tempatku berpijak ini, akan kutancapkan benderamu dan kuukir namamu sepanjang hidup ini. Ibu restui aku bersma HmI”. Itulah harapan terkecilku menjadi kader lafran Pane.

Rabu, 02 Februari 2011

laput

  • LAPUT
Restorasi kekaderan HMI kom. tarbiyah; mungkinkah ?
Secerca harapan kembali nampak di tubuh Himpunan  Mahasiswa Islam (HMI) Komisariat Tarbiyah dan Keguruan UIN Alauddin Makassar. Hal itu ditunjukkan setelah (26-27/11) lalu sukses melaksanakan pelantikan di gedung LPTQ Makassar yang kemudian dilanjut dengan Rapat kerja (raker) di Pulau Panambungan Kab. Pangkep dengan visi restorasi. Lalu, mampukah pengurus merealisasikan visi itu? Berikut hasil penelusuran kru C@KRA.

Bercermin pada kepengurusan sebelumnya, pengurus HMI Komisariat Tarbiyah dan Keguruan UIN Alauddin Makassar kali ini begitu optimis mewujudkan perubahan ditubuh HMI Komisariat Tarbiyah dan Keguruan UIN Alauddin Makassar dengan berbagai upaya strategis. Hal itu di ungkapkan Muhammad Fadil selaku ketua umum HMI Kom. Tarbiyah dan Keguruan.  Baginya selain metode yang diterapkan, tidak ada unsur yang membedakan program kerja dibawah kepemimpinannya dengan kepengurusan sebelumnya. “Sebenarnya program kerja kepengurusan kami sekarang ini hampir sama dengan kepengurusan kemarin, namun konsep yang kami gunakanlah yang membedakan, kami berusaha menyeimbangkan dan mengikuti arus zaman ini agar tidak ketinggalan, namun tetap pada peningkatan mutu intelektualitas kader tanpa gagap teknologi”  tegas pria yang kerap disapa Fadhil ini.
Bersandar pada visi restorasi kekaderan, Fadil beserta jajarannya kembali mengungkapkan sikap optimisnya dengan berusaha mengembalikan kebudayaan yang dinilainya telah memudar di kalangan kadernya. Baginya, dalam mewujudkan visi tersebut dibutuhkan penegasan dan pengawalan atas tanggung jawab pengurusnya. ”Melihat dari kondisi sekarang, sudah banyak kebudayaan warisan senior dahulu yang terlupakan, terutama dalam program kerja pengurus, itu biasanya banyak yang lari dari tanggung jawab, ibarat penjual bakso dorong, yang semuanya dikerja oleh satu orang, mulai dari cari bahan, mengolah, hingga mendistribusikannya” tambahnya saat ditemui kru C@KRA disela-sela aktivitasnya.
Sementara itu, Ardillah Abu selaku ketua bidang Penelitian Pengembangan dan Pembinaan Anggota (PPPA) HMI Kom. Tarbiyah dan Keguruan menegaskan kesiapannya untuk mewujudkan visi itu dengan pandangannya sendiri. “Sebenarnya bukan sistem yang ingin kita rubah, tetapi nilai dalam sistem itu yang akan di restorasi, maksudnya nilai intelektual dan nilai ke-Islaman kader yang mulai memudar”, ungkap pria yang akrab di sapa Ollenk ini.
Sebagai upaya dalam mewujudkan visi itu, Fadil dan jajarannya membuktikannya dengan kompetisi masing bidang dalam merealisasikan program kerja dan kewajibannya masing-masing. Bidang Administrasi dan Kesekretariatan misalnya, sukses mengadakan Up Grading kepengurusan (11-12/12) lalu, ditambah lagi Bidang Kebendaharaan yang telah merealisasikan pengadaan kalender HMI Kom. Tarbiyah dan Keguruan. Tak ingin ketinggalan, Bidang Perguruan Tinggi dan kepemudaan (PTKP) beserta PPPA ikut ambil bagian, masing-masing lesehan kampus dan basic Training yang masih berlangsung hingga berita ini diturunkan. Tak ingin tinggal diam, Bidang Kewirausahaan dan Pengembangan Profesi pun perlahan mengintenskan kembali tiga lembaga pengembangan profesi yang berada di bawah naungannya, salah satunya dibuktikan dengan terbitnya media C@KRA kali ini. Sampai berita ini diturunkan, tinggal bidang Kewanitaan yang belum menunjukkan kebolehannya.
Walau begitu, pengurus mengakui banyaknya kendala yang dihadapinya semisal manajemen waktu yang rumit. “Ditengah kesibukan PIKIH mahasiswa baru saat ini, tentu kita sulit mengatur waktu agar tidak bertabrakan dengan kegiatan kampus ketika akan melaksanakan kegiatan” tanggas Ollenk bernada serius.
Sementara itu, tanggapan hangat juga datang dari Hamjan el-Barkah Ketua Bidang Kewirausahaan dan Pengembangan Profesi HMI Cabang Gowa Raya atas visi HMI kom. Tarbiyah dan Keguruan periode kali ini. “Saya kira restorasi itu memang sudah layak, melihat selama beberapa tahun ini kader semakin hari semakin bertambah, jadi bukan hanya sekedar menambah kader tapi juga mempertahankan dengan tujuan mencerdaskan” ungkap Hamjan saat diwawancarai oleh kru C@KRA via telepon ini.
Selain itu, mantan ketua umum HMI komisariat Tarbiyah dan Keguruan ini juga menegaskan pentingnya komunikasi sesama pengurus dalam merealisasikan visi itu. “Yang terpenting itu, komunikasi sesama pengurus jangan sampai memudar karena mereka-lah ujung tombak komisariat tarbiyah, tentu harus dengan satu visi agar lebih jelas, karena selama ada kemauan yakin saja, nothing imposible”, tegas pria yang akrap disapa Joe ini.
Hal senada juga di ungkapkan oleh Dini Al-Khumaerah selaku kader HMI Kom. Tarbiyah dan Keguruan. Dirinya menginginkan dikembalikannya budaya kekaderan yang dianggapnya telah terkikis oleh zaman. “Mendengar cerita dari beberapa senior yang rindu akan HMI dulu, restorasi memang perlu. Terlalu banyak budaya warisan kader yang lenyap, seperti budaya baca dan tulis, tapi yang paling utama buat saya adalah budaya salam” tutup mahasiswi jurusan PGMI semester III ini.

 
Admin by pangeran.idiiot | Organization by HMI - Kom. Tarbiyah UIN Alauddin MKS