This is featured post 2 title
Replace these every slider sentences with your featured post descriptions.Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha - Premiumbloggertemplates.com.
This is featured post 3 title
Replace these every slider sentences with your featured post descriptions.Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha - Premiumbloggertemplates.com.
Senin, 16 Mei 2011
Aku berpikir, maka aku di HmI
09.41
LAPMI
Hari demi hari
telah kulalui. Suasana-suasana baru semakin hari semakin banyak kutemui. Terasa
dalam diri ada sedikt perubahan. Entah perubahan seperti apa, aku sendiri tidak
bisa merasionalkan lewat untaian kata. Mungin karena itu penharuh dunia baru
yang saat ini aku geluti. Yah,, dunia kampus. Itulah dunia baru yag saya geluti
hari ini. Dunia pergumulan intelektual dalam pencarian jati diri. Dunia yang
memberikan banyak pencerahan untuk lembar hidup baru, dunia yang melahirkan
sejuta intelektual sejati. Dan dunia ini pulalah yang terkadang melahirkan
intelektual penjilat lidah. Mungkin satu diantara sekian banyak alasan diatas
kenapa hari ini aku memutuskan untuk masuk dalan lingkaran dunia baru ini. Tapi tidak untuk menjadi intelek
penjilat lidah.
Tak terasa waktu
begitu cepat berlalu. Masih terngiang dalam benak saya sebuah pesan yang
disampaikan ibu saya tercinta, ketika saya hendak meninggalkan kampung halaman
menuju perantauan kota daeng. Kota tempat untuk memperbaiki nasib demi hari
esok yang lebih baik. Itulah kota Makassar, kota Angin Mammiri.
Pesan yang
disampaikan oleh ibunda saya kurang lebih seperti ini redaksinya. “Anakku, jika
engkau ada dinegeri orang senantiasalah berusaha untuk menjadi orang yang bermanfaat,
dan senantiasalah belajar dengan baik agar kelak engkau menjadi orang yang
berilmu”.
Begitulah pesan
yang diucapkan oleh ibuku kepada saya ketika hendak melepas kepergianku.
Maafkan ananda ibu jika pesan itu tidak terlaksana. Mungkin itu pengaruh
hiruk-pikuk kehidupan dikota Makassar ini, kota metropolitan.
Aku mengangguk
tanda aku mengerti pesannya sembari memeluknya. Dalam dekapannya, ibuku kembali
berbisik, “Anakku, tidak apa-apa jika menjadi topik pembicaraan orang lain
dalam hal kemiskinan, tetapi akan lebih baik jika engkau dibicarakan oleh orang
karena ilmumu dan kesuksesanmu kelak”.
Sebuah pesan yang
sangat sederhana, namum memberikan sedikit beban kepada saya dan tekanan
psikologis dalam melewati masa-masa dibangku
kuliah. Selalu teringat pesan ibuku bahwa aku harus menuntut ilmu dengan baik
dikampus.
Keresahan itu
menghinggapi hari-hari saya dikampus, karena aku merasa kuliah itu tidak jauh
beda dengan belajar disekolah. Materi perkulaihanpun sering kudapatkan
disekolahku dulu.
Didalam kelas,
setiap ada diskusi aku mengambil tempat yang paling sudut. Itu karena aku
mengamati teman-temanku yang lihai dalam menyampikan ide dan gagasan-gagasan.
Kepandaiannya berbicara dalam forum diskusi membuatku bertanya dalah hati,
“Kenapa mereka bisa sepintar itu bicara? Apakah karena mereka ikut
organisasi?”.
Seorang teman
kelasku yang pandai berbicara dalam forum disela-sela waktunya aku bertanya
kepadanya. “ Sobat, apa yang membuat anda sehingga bisa sehebat itu berbicara
dalam forum?”. Dengan nada datar dia menjawab, “itu karena HmI”. Dan aku
bertanya lagi “Apa itu HmI?”. Dengan semangat dia menjawab “HmI itu adalah Singkatan dari
Himpunan mahasiswa Islam,sebuah organisasi yang terbesar dan tertua dinegeri
ini. Organisasi ini sebagai wadah untuk berproses. HmI telah menempa saya untuk lebih giat belajar, beramal dan berilmu
demi menjadi insane cita yang berkarakter” paparnya.
Dari jawabannya itu
membuat hati saya tergetar untuk bergabung di Organisasi warisan Lafran Pane
tersebut. Akhirnya setelah saya pikir bahwa HmI akan memberikan ruang bagi para
kader –kadernya untuk mengeksplorasi potensinya, maka saya putuskan untul ikut
LK I (Basic training) HmI, tepatnya di Benteng somba Opu.
Bersama rekan-rekan
yang lain, ketika hymne HmI dikumandangkan, hati saya kembali bergetar. Sambil
tertunduk, aku menghayati bait demi bait hymne HmI tersebut. Aku berbisik dalam
hati, “Betapa mulia cita-cita perjuanganmu, semoga aku termasuk kader yang
insan cita untuk mewujudkan misi sucimu ini, Wahai ayahanda Lafran Pane”.
Aku meniknati
pengkaderan itu dan menyimak dengan baik materi yang disampaikan oleh
senior-senior kami. Dan sungguh materi itu belum pernah kami dapatkan
sebelumnya. Tepat pada materi dialog kebenaran, aku sempat berpikir “Akh, ini
senior sudah gila mungkin”. Karena ia memaki-maki tuhanku dan ingin membakar
Al-Quran. Dan beberapa peserta juga sempat naik pitam.
Dan ternyata, pada
materi itu kita (peserta basic) dipancing untuk lebih falsafat dan
mengeksplorasi kemampuan berpikir kita untuk mengadakan pembelaan terhadap
cacian yang dialamatkan kepada tuhanku oleh senior kami.
“Terima kasih HmI,
engkau telah membuka cakrawala berpikir saya”, tuturku dalam hati.
Selama ditempat pengkaderan, aku punya banyak teman baru dan ilmu yang
tidak pernah aku dapatkan sebelumnya. Setelah dikukuhkan sebagai kader HmI, terbersit
dalam ingatan akan sebuah pesan yang pernah disampaikna oleh ibuku.
“Ibu, mungkin dengan
HmI, aku bisa mewujudkan secuil harapan yang engkau sematkan dalam dadaku,
menjadi orang berilmu” desahku lirih.
Menjadi kader HmI
adalah sebuah kebanggaan tersendiri bagi
saya. Karena di HmI aku diajari banyak hal yang tidak pernah aku dapatkan
dibangku perkuliahan. Di organisasi warisan Lafran Pane ini, aku diperkenalkan
dengan budaya membaca. Hingga akhirnya aku mampu menyatakan diri, minimalnya
aku punya keberanian untuk mengungkapkan ide dan gagasan dalam forum diskusi
dikelas, walaupun aku tahu kepintaran itu relatif.
Krisis identitas yang pernah melanda diri saya sebelum
bergabung di HmI sekarang sudah bisa saya retas. Sekalipun tidak banyak yang
bisa saya lakukan untuk HmI, tetapi saya tetap bangga menjadi bagian dari
organisasi warisan Lafran Pane tersebut.
“Terima kasih HmI,
engkau telah memberikanku jalan untuk mewujudkan harapan ibuku. Ditanah gersang
tempatku berpijak ini, akan kutancapkan benderamu dan kuukir namamu sepanjang
hidup ini. Ibu restui aku bersma HmI”. Itulah harapan terkecilku menjadi kader
lafran Pane.
Rabu, 02 Februari 2011
laput
07.08
LAPMI
- LAPUT
Secerca harapan kembali nampak di tubuh Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Komisariat Tarbiyah dan Keguruan UIN Alauddin Makassar. Hal itu ditunjukkan setelah (26-27/11) lalu sukses melaksanakan pelantikan di gedung LPTQ Makassar yang kemudian dilanjut dengan Rapat kerja (raker) di Pulau Panambungan Kab. Pangkep dengan visi restorasi. Lalu, mampukah pengurus merealisasikan visi itu? Berikut hasil penelusuran kru C@KRA.
Bercermin pada kepengurusan sebelumnya, pengurus HMI Komisariat Tarbiyah dan Keguruan UIN Alauddin Makassar kali ini begitu optimis mewujudkan perubahan ditubuh HMI Komisariat Tarbiyah dan Keguruan UIN Alauddin Makassar dengan berbagai upaya strategis. Hal itu di ungkapkan Muhammad Fadil selaku ketua umum HMI Kom. Tarbiyah dan Keguruan. Baginya selain metode yang diterapkan, tidak ada unsur yang membedakan program kerja dibawah kepemimpinannya dengan kepengurusan sebelumnya. “Sebenarnya program kerja kepengurusan kami sekarang ini hampir sama dengan kepengurusan kemarin, namun konsep yang kami gunakanlah yang membedakan, kami berusaha menyeimbangkan dan mengikuti arus zaman ini agar tidak ketinggalan, namun tetap pada peningkatan mutu intelektualitas kader tanpa gagap teknologi” tegas pria yang kerap disapa Fadhil ini.
Bersandar pada visi restorasi kekaderan, Fadil beserta jajarannya kembali mengungkapkan sikap optimisnya dengan berusaha mengembalikan kebudayaan yang dinilainya telah memudar di kalangan kadernya. Baginya, dalam mewujudkan visi tersebut dibutuhkan penegasan dan pengawalan atas tanggung jawab pengurusnya. ”Melihat dari kondisi sekarang, sudah banyak kebudayaan warisan senior dahulu yang terlupakan, terutama dalam program kerja pengurus, itu biasanya banyak yang lari dari tanggung jawab, ibarat penjual bakso dorong, yang semuanya dikerja oleh satu orang, mulai dari cari bahan, mengolah, hingga mendistribusikannya” tambahnya saat ditemui kru C@KRA disela-sela aktivitasnya.
Sementara itu, Ardillah Abu selaku ketua bidang Penelitian Pengembangan dan Pembinaan Anggota (PPPA) HMI Kom. Tarbiyah dan Keguruan menegaskan kesiapannya untuk mewujudkan visi itu dengan pandangannya sendiri. “Sebenarnya bukan sistem yang ingin kita rubah, tetapi nilai dalam sistem itu yang akan di restorasi, maksudnya nilai intelektual dan nilai ke-Islaman kader yang mulai memudar”, ungkap pria yang akrab di sapa Ollenk ini.
Sebagai upaya dalam mewujudkan visi itu, Fadil dan jajarannya membuktikannya dengan kompetisi masing bidang dalam merealisasikan program kerja dan kewajibannya masing-masing. Bidang Administrasi dan Kesekretariatan misalnya, sukses mengadakan Up Grading kepengurusan (11-12/12) lalu, ditambah lagi Bidang Kebendaharaan yang telah merealisasikan pengadaan kalender HMI Kom. Tarbiyah dan Keguruan. Tak ingin ketinggalan, Bidang Perguruan Tinggi dan kepemudaan (PTKP) beserta PPPA ikut ambil bagian, masing-masing lesehan kampus dan basic Training yang masih berlangsung hingga berita ini diturunkan. Tak ingin tinggal diam, Bidang Kewirausahaan dan Pengembangan Profesi pun perlahan mengintenskan kembali tiga lembaga pengembangan profesi yang berada di bawah naungannya, salah satunya dibuktikan dengan terbitnya media C@KRA kali ini. Sampai berita ini diturunkan, tinggal bidang Kewanitaan yang belum menunjukkan kebolehannya.
Walau begitu, pengurus mengakui banyaknya kendala yang dihadapinya semisal manajemen waktu yang rumit. “Ditengah kesibukan PIKIH mahasiswa baru saat ini, tentu kita sulit mengatur waktu agar tidak bertabrakan dengan kegiatan kampus ketika akan melaksanakan kegiatan” tanggas Ollenk bernada serius.
Sementara itu, tanggapan hangat juga datang dari Hamjan el-Barkah Ketua Bidang Kewirausahaan dan Pengembangan Profesi HMI Cabang Gowa Raya atas visi HMI kom. Tarbiyah dan Keguruan periode kali ini. “Saya kira restorasi itu memang sudah layak, melihat selama beberapa tahun ini kader semakin hari semakin bertambah, jadi bukan hanya sekedar menambah kader tapi juga mempertahankan dengan tujuan mencerdaskan” ungkap Hamjan saat diwawancarai oleh kru C@KRA via telepon ini.
Selain itu, mantan ketua umum HMI komisariat Tarbiyah dan Keguruan ini juga menegaskan pentingnya komunikasi sesama pengurus dalam merealisasikan visi itu. “Yang terpenting itu, komunikasi sesama pengurus jangan sampai memudar karena mereka-lah ujung tombak komisariat tarbiyah, tentu harus dengan satu visi agar lebih jelas, karena selama ada kemauan yakin saja, nothing imposible”, tegas pria yang akrap disapa Joe ini.
Hal senada juga di ungkapkan oleh Dini Al-Khumaerah selaku kader HMI Kom. Tarbiyah dan Keguruan. Dirinya menginginkan dikembalikannya budaya kekaderan yang dianggapnya telah terkikis oleh zaman. “Mendengar cerita dari beberapa senior yang rindu akan HMI dulu, restorasi memang perlu. Terlalu banyak budaya warisan kader yang lenyap, seperti budaya baca dan tulis, tapi yang paling utama buat saya adalah budaya salam” tutup mahasiswi jurusan PGMI semester III ini.